Sobat………… saya yakin bahwa sobat sering denger istilah wali dalam pernikahan….. mungkin kita juga sudah tahu bahwa yang wajib menghadirkan wali saat pernikahan adalah pihak perempuan. Namun mungkin sebagian kita tapi tidak semua, masih bingung siapa saja sih yang berhak menjadi wali untuk seorang perempuan yang akan dinikahi……
Sedikit tulisan dibawah ini akan menjadi pemicu untuk sobat mau mencari lebih dalam tentang masalah wali dalam perkawinan……. Sobat yuk kit baca yuk…… semoga kita semua dapa memetik manfaat dari tulisan dibawah ini……..
Wali dan tingkatannya
Jumhur ulama diantaranya Imam Malik, Asy Syafi`I, Ats Tsauri dan Al laits bin Sa`ad berpendapat bahwa wali dalam pernikahan adalah ashabah, bukan paman, bukan saudara seibu dan buka saudar dzawil arham lainnya.
Kata Imam Syafi`i pernikahan seorang perempuan tidak sha kecuali apabila dinikahkan oleh wali aqrab (Dekat) kalau tidak ada wali aqrab maka dinikahkan oleh wali ab`ad ( Jauh), kalau tidak ada perempuan tersebut akan dinikahkan oleh penguasa (wali hakim).
Urutan nama-nama wali dalam pernikahan :
- Ayah
- Kakek
- Saudara laki-laki sekandung
- Saudara laki-laki seayah
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
- Paman sekandung (saudara laki-laki dari ayah yang seibu seayah)
- Paman seayah
- Anak laki-laki dari paman sekandung
- Anak laki-laki dari paman seayah
- Hakim
Abu hanifah berpendapat bahwa hak untuk menjadi wali juga diberikan kepada selain ashabah, misalnya paman dari pihak ibu serta anak paman tersebut dan anak ibunya (saudara laki-laki seibu). Pendapat ini dikuatkan oleh Sayid Siddiq hasan khan.
Wali mujbir dan syarat-syarat
Wali mujbir menurut mazhab Syafi`i ialah ayah dan kakek. Mujbir artinya orang yang berhak mengakat perkawinan dan akadnya dapat berlaku bagi anak perempuan yang masih gadis.
Adapun laki-laki ia lebih berhak untuk mengawini dirinya dari pada ayahnya secara ijma`, ayahnya tidak berhak untuk menjadi wali bagi dirinya. Bagaimana seorang ayah akan berbuat hukum untuk anaknya tanpa ada alasan hukum dan bertentangan dengan fitrah manusia? Bukan ini berati kezaliman, menjadikan anak sebagai budaknya.
Wali enggan menikahkan
Para ulama sepekat bahwa wali tidak boleh enggan menikahkan perempuan yang dalam kewaliannya, tidak boleh menyakitinya atau melarang kawin padahal yang mengawininya itu sudah sekufu – sepadan- dan sanggup membayar maskawin. Dalam hal ini apabila walinya enggan menikahkan maka siperempuang berhak mengadu halnya kepada hakim untuk dinikahkan, dalam hal semacam ini hak wali yang enggan menikahkan itu tidak berpindah kepada wali lain yang lebih rendah tingkatannya, tetapi langsung berpindah ketangan hakim. Di indonesia wali hakim dijalankan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan.
Hadis Riwayat Bukhari dan Abu Daud (lihat Subulus salam III : 120)
Diriwayakan dari Ma`qil bin Yasar, ia berkata : saya punya saudara perempuan, ia dipinang oleh pemuda anak paman saya, perempuan itu saya kawinkan dengan nya. Kemudian diceraikan dengan thalaq yang masih memungkin untuk rujuk. Perempuan ditinggalkan sampai habis masa iddahnya. Setelah itu ia datang lagi untuk meminang, maka saya jawab : Demi Allah, saya tidak akan mengawini engkau dengan di selamanya, kemudian turunlah ayat Quran tentang keputusan saya itu :
Artinya :
”Apabila Kamu menthalaq istri-istrimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu (Para wali) menghalangi mereka kawin dengan bakal suaminya ” (2 Al – Baqarah. 232)
Ma`aqil berkata : Kemudian saya menebus sumpah saya dan perempuan itu saya kawinkan dengannya.
Mewakilkan perkawinan
Dalam akad nikah apabila salah satu pihak, misalnya mempelai laki-laki tidak hadir, ia dapat memberikan kuasa atau mewakili kepada orang lain untuk melakukan ijab-qabul.
Rasulullah s.a.w pernah mewakilkan kepada salah seorang sahabatnya, sewaktu kawin dengan ummu Habibah binti Abi Sufyan yang ikut hijrah ke Habasyah. Negus Raja Habasya menikahkan ummu Habibah dengan rasulullah s.a.w yang ada di madinah, akadnya diwakilkan oleh Amr bin Umayyah Adh Dhamri, Najasyi (Negus) memberikan maskawin sebanyak 500 dinar sebagai penghormatan kepada Rasulullah s.a.w.
Orang yang dapat mewakilkan
Wakalah shah dilakukan oleh seorang laki-laki yang sudah dewasa dan sehat akalnya, orang dewasa dan sehat akalnya dipandang sempurna kecapakannya.
Wakil adalah duta dan juru bicara
Wakalah dalam perkawinan berbeda dengan wakalah dalam akad-akad lainya. Wakalah atau perbuatan mewakilkan dalam perkawinan tidak lain hanya merupakan duta atau pelaksana saja, hak atau akibat hukum akad tidak kembali kepada dirinya, ia tidak dituntut membayar maskawin, istri tidak wajib taat kepadanya, ia hanya wakil dari suami.
Demikian mohon masukan sobat-sobat, yuk kita saling berbagi…………………
Waaluhua`alam Bissawab……